Mengenal Pesta Stigmata St. Fransiskus Asisi yang Dirayakan Hari Ini
Dalam tradisi Keluarga Besar Fransiskan, setiap 17 September selalu diperingati sebagai "Pesta Stigmata St. Fransiskus Asisi". Peringatan apakah ini dan bagaimana kemunculannya?
Mari ziarahi bersama Blog Peziarah Katolik kali ini...
Menarik untuk diketahui bahwa beberapa hari setelahnya Keluarga Besar para Fransiskan selalu memperingatinya dengan "Pesta Stigmata St. Fransiskus Asisi". Nah, kali ini, yuk kita mengenal lebih dekat dengan tradisi ini...
1. Terjadi 797 Tahun Lalu
Tepatnya, peristiwa ini terjadi pada 1224. Peristiwa luar biasa ini terjadi di Pegunungan La Verna, sebuah pegunungan di Italia Tengah yang dihadiahkan Pangeran Orlando Catani kepada St. Fransiskus Asisi karena kekagumannya terhadap khotbah-khotbah dan cara hidup St. Fransiskus Asisi.
2. Berhubungan dengan Pesta Salib Suci
Konon, ketika itu, St. Fransiskus Asisi telah memilih periode waktu antara 15 Agustus sampai dengan 29 September 1224 untuk sebuah retret “guna menghormati Allah, Santa Perawan Maria, ibu-Nya, dan Santo Mikael, pangeran para malaikat dan jiwa-jiwa".
Setelah sebelumnya ia dikunjungi oleh seorang malaikat Tuhan, pada hari Pesta Salib Suci, sebelum fajar, St. Fransiskus Asisi berlutut dan mulai berdoa pada pintu masuk ke pondoknya. Ia memalingkan wajahnya ke arah timur dan mengucapkan sebuah doa.
Setelah itulah peristiwa yang begitu mulia terjadi pada diri St. Fransiskus Asisi.
3. Terjadinya Stigmata pada Diri St. Fransiskus Asisi
Dengan ketakutan sekaligus penuh kegembiraan, kedukaan dan kekaguman, St. Fransiskus Asisi merasakan kegembiraan yang besar karena wajah Kristus tampak begitu biasa dan memandang kepadanya dengan ramah dan lembut. Dia terpaku pada salib. Ia merasakan kesedihan dan belarasa yang tak terhingga, mengagumi penglihatan yang amat menakjubkan dan tak didahului oleh apa pun itu dengan sadar sepenuh-penuhnya bahwa kelemahan sengsara tidak sepadan dengan tidak dapat matinya semangat serafik.
Dalam keadaan demikian, diwahyukan kepadanya bahwa penglihatan ini diberikan kepadanya karena Allah menghendaki bahwa dia terjelma ke dalam keserupaan yang nyata dengan Kristus Tersalib, bukan dengan permartiran tubuhnya, melainkan dengan pengorbanan jiwanya.
Sesudah pembicaraan rahasia yang lama, penglihatan ajaib ini lenyap dan meninggalkan di dalam hati Fransiskus nyala cintakasih ilahi yang berkobar-kobar, dan di dalam tubuhnya suatu gambaran yang mengagumkan serta suatu rekaman sengsara Kristus dalam bentuk "STIGMATA".
4. Apakah "STIGMATA" Itu?
Menyitir dari HIDUP Katolik, dalam tradisi Gereja Katolik, stigmata diartikan sebagai "tanda luka-luka dalam diri seseorang, yang sama persis dengan luka-luka Yesus akibat derita penyaliban-Nya, yakni luka paku di kaki dan tangan, luka tombak di lambung, luka mahkota duri di kepala, dan luka cambuk di hampir seluruh bagian tubuh, terutama pada bagian punggung".
Akan tetapi, luka-luka tersebut muncul secara tiba-tiba, tak dipengaruhi oleh penyebab apapun, tak bisa dikontrol, dan menimbulkan penderitaan secara fisik bagi yang mengalaminya. Luka-luka "Stigmata" ini bisa diterima salah satu, beberapa, atau bahkan semua tanda luka Yesus. Tanda luka ini pun bisa tak tampak, tapi menimbulkan penderitaan fisik yang begitu hebat. Sifatnya juga bisa permanen maupun hanya sementara, dan suatu saat tiba-tiba menghilang. Luka-luka ini bisa juga secara periodik mengeluarkan darah segar dan bersih tanpa nanah dengan sendirinya, khususnya pada hari-hari sengsara Yesus dikenangkan, misalnya: Jumat dan Jumat Agung. Luka-luka itu pun tidak akan membusuk, tidak akan sembuh meski diobati hingga bertahan bertahun-tahun lamanya. Meskipun darah yang dikeluarkan bisa banyak, stigmatis tidak membutuhkan transfusi darah karena memang terjadinya secara adikodrati.
Kata "Stigmata" berasal dari kata "Stigma" yang dalam Bahasa Latin berarti luka potong atau bekas luka, biasanya di telapak tangan dan kaki. Kata “stigma” juga ada dalam Bahasa Yunani. Bentuk jamaknya menjadi stigmata, yang digunakan untuk menamai cap bakar pada kulit binatang atau budak belian dalam tradisi peradaban kuno. Dalam perkembangannya, kata “stigma” berarti noda pada nama baik seseorang atau suatu kelompok.
5. Siapakah "Serafim"?
Serafim, yang menjumpai St. Fransiskus pada momen ketika dirinya mendapatkan anugerah Stigmata, adalah malaikat yang terdekat dengan Allah, yang terbakar oleh cinta yang begitu besar pada Allah, sehingga mereka senantiasa membungkuk di hadapanNya dan berseru, "Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Semesta Alam, seluruh bumi penuh kemuliaanNya!" (lih. Yesaya 6:2-3)
Sebagaimana diungkapkan Nabi Yesaya, Malaikat Serafim tersebut bersayap enam. Sepasang sayap dipakai untuk menutupi wajah mereka, sepasang sayap membujur searah kedua kaki untuk menutupi kaki mereka, dan sepasang sayap dipakai untuk melayang-layang.
Pada pengalaman St. Fransiskus Asisi, dari lambung serta kedua tangan dan kaki Serafim terpancarlah berkas-berkas cahaya yang menerpa St. Fransiskus Asisi, tepat pada lambung, kaki dan tangan, sehingga padanya tampaklah luka-luka Kristus tersalib. Ekstase ini memahkotai cintanya yang mendalam akan Kristus yang miskin dan rendah hati. Pengalaman ini memeteraikan kerinduan Fransiskus untuk semakin mirip dengan Kristus. Kristus hidup dalam dirinya secara spiritual maupun badani.
Sayap-sayap Serafim yang bernyala api itu menyalakan cinta Allah yang begitu besar dalam hati St. Fransiskus Asisi, sehingga pada gilirannya mengobarkan cinta St. Fransiskus Asisi dalam hatinya.
6. St. Fransiskus Asisi adalah Stigmatis Pertama
Kembali lagi dalam tradisi Gereja Katolik, munculnya stigmata dalam diri seseorang dalam tradisi Gereja tentu saja merupakan rahmat dan karunia yang amat langka dan khas. Orang yang mendapat anugerah stigmata lazim di sebut "Stigmatis".
Dalam sejarah, stigmata yang disahkan pertama kali oleh Gereja Katolik ialah yang diterima St Fransiskus Assisi pada abad XIII. Dan, dalam pengalaman Fransiskus, usai ia berjumpa dengan Serafim, pada kedua tangan dan kaki Fransiskus langsung mulai tampak bekas-bekas paku seperti yang dilihatnya pada Tubuh Yesus Yang Tersalib. Demikian pula pada sisi kanan tubuhnya timbul luka tikaman yang tak tersembuhkan, merah dan berdarah. Dari luka itu mengalirlah darah yang menodai jubah dan pakaian dalamnya.
7. Doa St. Fransiskus Asisi Sebelum Menerima Stigmata
Lalu, seperti apakah doa yang dipanjatkan St. Fransiskus Asisi sebelum ia menerima anugerah Stigmata? Berikut ini adalah doa beliau:
Tuhanku Yesus Kristus,Saya mohon kepada-Mu, kurniakanlah kepada saya dua anugerah sebelum saya meninggal.Yang pertama, ialah agar semasa hidupku, saya boleh merasakan di dalam tubuhku sendiri, sebanyak mungkin, penderitaan hebat yang Engkau, Yesus yang manis, telah merasakan pada jam sengsara-Mu yang amat pahit itu.Yang kedua, ialah agar saya boleh merasakan dalam hatiku sebanyak mungkin, cinta yang tak terbatas, dengan mana Engkau, Putra Allah, tergerak dan mau menanggung sengsara sedemikian itu bagi kami para pendosa.
Demikian Sobat Peziarah, sedikit kisah di balik Pesta Stigmata St. Fransiskus Asisi yang selalu dirayakan oleh Keluarga Besar Fransiskan setiap 17 September.
Pengalaman Stigmata menjadi mahkota atas relasi, cinta, karya, dan pelayanan, dan iman St. Fransiskus Asisi kepada Allah yang Maha Kasih dan Kristus yang tersalib demi cintaNya bagi manusia yang berdosa. Dalam perkembangannya, nantinya akan tampil seorang dari "anak rohani St. Fransiskus Asisi", seorang Kapusin Italia, yang akan menerima anugerah Stigmata. Ia adalah Padre Pio Pietrelcina yang akan kita rayakan pestanya pada 23 September mendatang.
![]() |
Jasad Padre Pio yang masih utuh dikunjungi oleh Paus Fransiskus |
Nah, semoga ziarah tentang Pesta Stigmata St. Fransiskus Asisi ini bermanfaat untuk peziarahan kita selanjutnya sehingga semakin mengarah pada Allah yang Maha Kasih dan bakti kita kepada Sang Kristus.
Amin, kataku!
(wlt)
Comments
Post a Comment