Misteri 153 Ikan dalam Penampakan Yesus

Dalam titik nadir para Rasul yang belum bisa "move on" akan ketergantungan mereka pada Yesus, dan belum memahami bahwa inilah saatnya perutusan mereka, Yesus kembali hadir dan menampakkan DiriNya dan mengajar mereka melalui 153 ekor ikan.

Mari kita selami apa yang ada di balik misteri hadirnya 153 ekor ikan dalam penampakan Yesus kali ini, Sobat Peziarah...



Injil yang ditawarkan oleh Gereja bagi putra-putrinya pada hari ini, Jumat dalam Oktaf Paskah, adalah Yoh 21:1-14. Dalam Injil ini, dikisahkan bagaimana para Rasul yang diwakili oleh hadirnya ketujuh orang Rasul, yakni Simon Petrus, Tomas, Natanael, anak-anak Zebedeus (Yakobus dan Yohanes), serta dua orang murid-Nya yang lain (kemungkinan Andreas dan Filipus?) berjumpa dengan Yesus ketika mereka berada dalam titik terendah kehidupan mereka pasca wafat dan kebangkitan Yesus. Kisah ini juga menjadi bagian dari serangkaian kisah "Saksi-Saksi Kebangkitan Yesus".


Titik Nadir Para Rasul: Tidak Bisa Move On dan Gagal Paham


Berada dalam titik nadir dalam hidup mereka, meskipun telah beberapa kali dijumpai oleh Yesus melalui 2 (dua) penampakan sebelumnya menurut catatan Penginjil Yohanes (lih. Yoh 20:19-23, 24-29), tetap tak mengubah situasi dan iman para Rasul. Sebaliknya mereka semakin putus asa, bingung, dan bimbang akan masa depan mereka yang "ditinggalkan oleh Yesus, Sang Pemimpin mereka". Meskipun Yesus telah menampakkan diri dan bangkit, mereka tetap merasa kehilangan Yesus yang biasanya selalu ada bersama-sama mereka, mengajar mereka, memimpin mereka, dan mengarahkan mereka. Pendek kata, dalam bahasa gaul, para Rasul belum bisa "move on" dari ketergantungan mereka pada figur Yesus.

Padahal dalam penampakan sebelumnya, Yesus telah memberikan perutusan kepada para Rasul:


"Maka kata Yesus sekali lagi: "Damai sejahtera bagi kamu! Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu." 

(lih. Yoh 20:21)


Hanya saja, para Rasul ternyata belum bisa memahami apa arti perkataan Yesus itu. Para Rasul "gagal paham" arti dari perutusan mereka. Mereka tidak tahu harus berbuat apa, tidak tahu harus kemana, dan mungkin juga masih belum berani berbuat sesuatu. Di sinilah ternyata para Rasul belum bisa "move on" dari ketergantungan mereka pada figur Yesus yang dahulu selalu ada bersama-sama mereka, mengajar mereka, memimpin mereka, dan mengarahkan mereka.

Dalam situasi serba putus asa, merasa tidak akan ada masa depan dalam karya mereka, merasa ketakutan akan ancaman orang Yahudi yang telah menyalibkan Yesus, dan merasakan suramnya dan buntunya langkah mereka ke depan dalam bayangan para Rasul, galau, gagal paham, gagal move on, takut, dan serba suram itulah Yesus kemudian hadir dan mengajar mereka. Yesus pun berkata kepada mereka, "Tebarkanlah jalamu di sebelah kanan perahu, maka akan kamu peroleh." (lih. Yoh 21:6). 

Dan, mukjizat pun terjadi!

Sejumlah besar ikan berhasil mereka tangkap! Padahal semalam sebelumnya mereka tak berhasil mendapatkan hasil sama sekali! 


Yesus Mengajar Melalui 153 Ekor Ikan



Nah, bicara soal jumlah hasil tangkapan ikan itu, Penginjil Yohanes menyebutkan angka yang menarik, yakni 153 (seratus lima puluh tiga) ekor ikan

Penyebutan angka dan waktu dalam Kitab Suci senantiasa memiliki simbol penting dan khusus. Biasanya, ketika kita membaca Alkitab, kita akan lebih sering membaca dan menemukan angka 7, 12, 40, 144, atau angka besar dan simbolis lainnya. Angka 153 ini rasanya hanya disebut dalam Injil Yohanes Bab 21 di antara seluruh kitab-kitab dalam Kitab Suci.

Lalu, pertanyaannya, apa makna dari 153 ekor ikan itu?


Nah, berikut beberapa pendapat dari beberapa Bapa Gereja tentang makna dari 153 ekor ikan:


(1) Santo Agustinus 

"Penangkapan ikan memberitahu kita tentang keselamatan manusia, tetapi manusia tidak dapat diselamatkan tanpa mematuhi 10 perintah. 

Tetapi, karena kejatuhannya, manusia bahkan tidak dapat menaati perintah-perintah tanpa bantuan kasih karunia dan 7 karunia Roh Kudus. Apalagi angka 7 menandakan kekudusan, karena Tuhan memberkati hari ke-7 dan menguduskannya (lih. Kej 2:3). 

Tetapi 10 tambah 7 sama dengan 17, dan jika semua angka dari 1 sampai 17 dijumlahkan (1 + 2 + 3… + 17), mereka sama dengan 153. 

Oleh karena itu, 153 ikan menandakan bahwa semua yang terpilih akan diselamatkan oleh karunia kasih karunia (7) dan mengikuti perintah-perintah (10)."


Selain mengemukakan pendapat itu, St. Agustinus juga mengemukakan penafsiran lainnya, yaitu:


"...ada 7 murid di dalam perahu (Petrus, Thomas, Natanael, anak-anak Zebedeus, Yakobus dan Yohanes, dan dua murid lainnya), yang semuanya telah dipenuhi dengan 7 karunia Roh Kudus. 7 dikalikan 7 sama dengan 49. 49 ditambah 1 membuat kesempurnaan dari 50. 

Sekarang, 3 adalah angka dari Trinitas dan juga dari iman kita (yang didasarkan pada Trinitas); tetapi 50 kali 3 (untuk iman kita) adalah 150, ditambah 3 (untuk Trinitas) adalah 153. 

Oleh karena itu, 153 ikan menandakan Gereja yang utuh (7), dipenuhi dengan Roh Kudus (7), disempurnakan (50) dalam imannya (3) dalam Tritunggal Mahakudus (3)."


(2) St. Sirilus 

Ia memecah angka 153 menjadi: 


"100 (jumlah besar orang bukan Yahudi yang akan diselamatkan), ditambah 50 (jumlah yang lebih kecil dari orang Yahudi yang akan diselamatkan), ditambah 3 (Tritunggal yang menyelamatkan semua)." 


(3) St. Gregorius Agung

"10 dan 7 adalah angka sempurna, yang dijumlahkan menjadi 17. Angka tersebut, yakni 17, bila dikalikan 3, untuk kesempurnaan iman dalam Tritunggal, menjadi 51. Dan, apabila angka 51 tersebut, dikalikan lagi dengan angka 3 lagi, menjadi 153."


(4) St. Hieronimus

"Saat itu diperkirakan hanya ada 153 spesies ikan di seluruh dunia. Oleh karena itu, para murid menangkap 153 ikan, yang menandakan bahwa orang dari setiap lapisan masyarakat dan dari setiap zaman akan diselamatkan melalui Injil."


Pandangan St. Hieronimus tersebut, jika dilihat lebih jauh ternyata sungguh menarik. Karena pandangan St. Hieronimus tersebut ternyata selaras pula dengan tulisan seorang ahli hewan Yunani dalam buku “Oppian Halieutica”, bahwa pada saat itu tercatat ada 153 spesies ikan di dunia. Dengan demikian, pengarang injil keempat, Rasul St. Yohanes mungkin saja telah berbicara mengenai antisipasi misi karya perutusan Gereja yang diutus untuk pergi ke ujung dunia dan menjadikan seluruh bangsa sebagai murid Kristus (lih. Mat 28:18-20). Secara tidak langsung, sang penginjil pun telah berbicara mengenai sifat Gereja yang selalu bersifat “Katolik”. 

Selaras dengan hal tersebut, jika kita ingat kembali, pewartaan Injil sampai ke ujung dunia sering dilambangkan sebagai “menjala ikan” sehingga para pewarta Injil disebut sebagai para “penjala manusia”. Dalam injil-injil Sinoptik dikisahkan bagaimana Yesus ingin menjadikan  murid-murid-Nya penjala manusia (bdk. Mat 4:19, Mrk 1:17, Luk 5:10). Dengan demikian, penampakan Yesus yang ketiga kepada murid-murid-Nya dalam injil keempat memiliki pesan pewartaan atau misioner. Injil harus diwartakan sampai ke ujung dunia dan merangkul segala bangsa! 

Satu hal yang menarik untuk kita cermati lebih jauh adalah meskipun 153 ekor ikan berhasil ditangkap, jala yang digunakan sama sekali tidak koyak! Meskipun untuk menarik hasil tangkapan itu, meski mereka tidak jauh dari darat, mereka perlu dibantu oleh murid-murid lainnya yang datang dengan perahu untuk menarik hasil tangkapan yang amat banyak itu. Jala yang utuh mungkin melambangkan prinsip kesatuan Gereja yang menampung keberagaman umat (153 ekor ikan), Unitas dan Katolisitas Gereja, kesatuan dan universalitas Gereja. 


(5) 153 Rahmat Perjumpaan Pribadi

Selain pendapat para Bapa Gereja, dalam sebuah situs biblestudy.org dikemukakan temuan yang cukup menarik terkait dengan angka 153 ekor ikan. Temuan ini berkaitan dengan sejumlah orang yang dalam catatan Injil mendapatkan rahmat oleh Yesus secara pribadi yang jumlahnya sama dengan jumlah 153 ekor ikan.


a. Injil Matius menulis bahwa pada 23 kesempatan Yesus memberkati 47 orang. Beberapa dari mereka yang diberkati termasuk seorang penderita kusta (lih. Mat 8:2), seorang perempuan Kanaan dan putrinya (lih. Mat 15:22), Maria Magdalena (lih. Mat 27:56), dan Yusuf dari Arimathaea (lih. Mat 27:57).


b. Injil Markus mencatat bahwa Kristus pada tiga kesempatan, secara pribadi memberkati 3 (tiga) orang. Peristiwa-peristiwa ini adalah penyembuhan orang yang rohnya najis (lih. Mrk 1:23), menyembuhkan orang yang tuli (lih. Mrk 7:32), dan menyembuhkan orang lain yang buta (lih. Mrk 8:22).


c. Sedangkan dalam Injil Lukas, sang penginjil menulis bahwa pada 14 kesempatan terdapat 94 orang diberkati oleh Yesus. Mereka termasuk 70 (tujuh puluh) murid yang diutus untuk berkhotbah dan menyembuhkan (lih. Luk 10: 1), 10 (sepuluh) penderita kusta disembuhkan pada saat yang sama (lih. Luk 17:12), dan Zakheus (lih. Luk 19:2).


d. Terakhir, Rasul St. Yohanes mencatatkan 8 (delapan) kejadian dimana terdapat 9 (sembilan) orang ditolong oleh Yesus. Mereka adalah Nikodemus (lih. Yoh 3:1), wanita yang dituduh melakukan perzinahan (lih. Yoh 8:11), dan Lazarus (lih. Yoh 11). Mereka termasuk di antara sejumlah orang yang secara pribadi disentuh oleh Juruselamat umat manusia. 


Dari keempat Injil tersebut, secara keseluruhan, Tuhan secara langsung memberkati 153 orang dalam 48 kejadian terpisah!


(6) Tentang "Menebarkan Jala di Sebelah Kanan Perahu"

Yesus memerintahkan murid-murid-Nya untuk menebarkan jala di “sebelah kanan” perahu. Dalam kisah tentang penghakiman terakhir (bdk. Mat 25:31-46) Yesus dikisahkan akan “menempatkan domba-domba di sebelah kanan-Nya” (ayat 33). Dalam injil Yohanes Yesus memperkenalkan diri-Nya sebagai “Gembala yang baik, yang memberikan nyawa-Nya bagi domba-domba-Nya” (Yoh 10:11). Maka, tentu tidak ada salahnya pula apabila 153 ekor ikan yang berhasil ditangkap oleh murid-murid Yesus melambangkan “domba-domba” atau “umat Allah.”




Lalu, Apa Inspirasi Ziarah Bagi Kita?

Sebelum kita masuk pada inspirasi ziarah, penting untuk disadari bahwa analisis angka dalam Alkitab bukanlah merupakan numerologi tipuan atau mainan. Artinya, hadirnya angka-angka dalam Kitab Suci tidak selayaknya ditafsirkan sembarangan sehingga menjadi sebuah analisis angka yang dapat digunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok yang justru bertentangan dengan pesan sejati dari makna yang hendak disampaikan oleh Kitab Suci. Analisis angka, atau gematria, telah digunakan oleh orang-orang Yahudi dalam analisis Alkitab selama ribuan tahun. Angka-angka dalam Alkitab selalu bermakna. Ketika sebuah angka digunakan atau disebutkan secara jelas di dalam Alkitab, hampir selalu ada makna yang mendalam di balik angka tersebut.

Bagaimana dengan 153 ekor ikan ini?

Ada spekulasi tak berujung tentang arti angka 153 dalam Injil Yohanes ini. Tadi kita telah mengulas 6 pandangan mengenai makna dari hadirnya ke-153 ekor ikan dalam penampakan Yesus kepada ketujuh RasulNya kali ini. Di luar itu sebenarnya masih banyak pandangan-pandangan lainnya, salah satunya adalah bahwa 153 merupakan bilangan dari kata-kata אני אלוהים (Bahasa Ibrani: Ani Elohim, artinya Akulah Allah), dan juga pandangan beberapa orang kudus termasuk St. Hieronimus dan St. Louis de Montfort telah terpaku dalam mengamati bahwa Tetragramaton, nama Tuhan yang tidak dapat diucapkan, muncul 153 kali dalam buku pertama Alkitab dan masih banyak pula yang lainnya. Ada beberapa sumber lain juga yang dapat ditelusuri tentang angka 153 ini, termasuk pula beberapa opini lainnya.

Angka 153 ini memang menarik sekaligus misterius. Penjumlahan semua angka dari 1 hingga 17 (1 + 2 + 3 + 4, dll. Termasuk 17) sama dengan 153. Hasil misterius ini juga merupakan hasil kali 9 x 17. Jika kita menambahkan digit individu (1 + 5 + 3) kita berakhir dengan 9. Jika kita menjumlahkan pangkat tiga dari masing-masing digit individu (1 x 1 x 1) + (5 x 5 x 5) + (3 x 3 x 3), hasilnya adalah 1 plus 125 ditambah 27 atau angka 153. Angka-angka yang muncul memang adalah angka-angka khas Kristiani yang kerap muncul dalam Kitab Suci.

Jika melihat dari berbagai pandangan yang sudah dikemukakan, terdapat benang merah yang sama dari seluruh pandangan tersebut, yakni mengingatkan kita akan "Karya Keselamatan Allah", apakah itu berkaitan dengan 10 Perintah Allah, 7 Karunia Roh Kudus, 7 Rasul yang ada dalam kisah, simbol Tritunggal Mahakudus, angka Elohim, beragamnya orang yang akan diselamatkan, maupun jumlah orang dalam Kitab Suci yang beroleh rahmat perjumpaan pribadi dengan Yesus, semuanya pada akhirnya mengarah pada "Karya Keselamatan Allah" sendiri. Karya Keselamatan Allah yang demikian luas, demikian beragam, tetapi sekaligus pula memiliki dimensi personal, yang juga melibatkan rahmat dan karunia Ilahi, dan keterlibatan manusia dalam mematuhi perintah-perintah Allah

Dalam penampakan kali ini, Yesus hendak mengingatkan kepada para Rasul dan tentu saja pada kita semua akan "Karya Keselamatan Allah" itu yang seharusnya menjadi tugas dan tanggung jawab perutusan kita.

Menarik pula jika kita menaruh jumlah 153 ekor ikan tersebut dalam konteks perikop Injil ini. Dengan demikian kita akan melihat bagaimana dalam Perutusan kita mengemban Karya Keselamatan Allah:


(1) Allah Senantiasa Menyertai Kita  



Sejatinya Karya Keselamatan Allah merupakan tugas dan tanggung jawab perutusan kita semua sebagai para penjala manusia. Akan tetapi, mungkin saja suatu ketika kita merasa tugas dan tanggung jawab perutusan itu berat, tak dapat dipahami, "dilepas oleh mentor/pendamping kita", sehingga kita galau, bahkan putus asa, dan bahkan mungkin tergoda untuk mengambil tindakan "putar balik", mengundurkan diri, atau kembali ke situasi kita yang lama. Jelas sekali dalam perikop ini Yesus menunjukkan bahwa Tindakan "Putar Balik" karena gagal paham, gagal "move on", dan tidak bisa melihat Tuhan bukanlah jawaban yang tepat.

Mari kita lihat bagaimana pengalaman para Rasul dalam perikop ini. Dalam situasi serba putus asa, merasa tidak akan ada masa depan dalam karya mereka, merasa ketakutan akan ancaman orang Yahudi yang telah menyalibkan Yesus, dan merasakan suramnya dan buntunya langkah mereka ke depan dalam bayangan para Rasul itulah yang kemudian lantas mendorong para Rasul  untuk kembali ke cara hidup mereka yang lama. Keputusasaan dan beratnya situasi mereka justru dapat nyata terlihat dari keputusan Rasul St. Petrus, sang pemimpin para Rasul yang justru mengawali langkah "putar balik" ke kehidupan mereka pada awalnya, kembali menjadi nelayan, para penjala ikan. Melihat sang primat mengambil langkah "putar balik", terang saja Rasul-Rasul lainnya spontan mengikutinya (lih Yoh 21:3). Ketika itu mereka mungkin berpikir, "untuk apa lagi menjalani jalan yang tidak jelas ini ketika Sang Guru sudah tidak ada dan pemimpinku juga memutuskan untuk berhenti.."

Namun, tindakan "putar balik" para Rasul ternyata sia-sia. Mereka justru tidak mendapatkan apa-apa di sana karena "...malam itu mereka tidak menangkap apa-apa." (lih Yoh 21:3). Makin larutlah para Rasul dalam keputusasaan, ketakutan, kegalauan, dan kesuraman hidup mereka.

Suasana putus asa, galau, gagal paham, gagal move on, serba takut, serba suram inilah yang pada akhirnya menghalangi para Rasul untuk menyadari kehadiran Yesus di pantai (lih. Yoh 21:4). Padahal, dalam Kitab Suci dikatakan "Ketika hari mulai siang..." Artinya, hari sudah cukup terang dan seharusnya mereka dapat melihat Yesus dengan jelas. Namun, keputusasaan, ketakutan, kegalauan, dan kesuramanlah yang akhirnya membuat mereka ‘tidak mengenali’  kehadiran Tuhan.


Lalu bagaimana merasakan penyertaan Allah pada kita senantiasa? 


Ada 2 (dua) hal yang rasanya bisa kita lihat dari perikop ini. 

Pertama, dengan tetap mencoba melakukan karya perutusan yang diberikan kepada kita sembari mencoba mendengarkan apa kehendak Tuhan untuk kita perbuat dalam karya perutusan kita. Kita lihat bersama bahwa dalam situasi serba putus asa, galau, gagal paham, gagal move on, takut, dan serba suram itulah Yesus kemudian hadir dan mengajar mereka. Yesus pun berkata kepada mereka, "Tebarkanlah jalamu di sebelah kanan perahu, maka akan kamu peroleh." (lih. Yoh 21:6). Saat itu, para Rasul punya 2 (dua) pilihan, menebarkan jala meski mungkin mereka menebarkannya sambil menggerutu karena semalaman sebenarnya sudah mencoba dan tidak berhasil, dan pilihan kedua, tidak menebarkannya karena semalaman sudah mencoba dan tidak ada hasil yang didapat. Akan tetapi, para Rasul memilih untuk menebarkan jala itu.

Kalau dilihat-lihat, sebenarnya peristiwa ketika para Rasul menebarkan jala pada malam hari dan siang hari terdapat 1 (satu) perbedaan yang mendasar. Apakah itu? Tentu saja, hadir atau tidaknya Kristus dalam tindakan menebarkan jala itu. Ketika para Rasul menebarkan jala bersama dengan Kristus, dan sesuai dengan perintah Kristus maka mereka berhasil. Tidak hanya berhasil, akan tetapi lebih dari itu, mukjizat pun terjadi!



Jala yang mereka tebarkan tidak dapat mereka tarik kembali karena banyaknya ikan. Bahkan untuk menarik hasil tangkapan itu, meski mereka tidak jauh dari darat, mereka perlu dibantu oleh murid-murid lainnya yang datang dengan perahu untuk menarik hasil tangkapan yang amat banyak itu. Sungguh menarik, para murid yang sebelumnya goyah kini kembali beramai-ramai menjala sesuai perintah Yesus. Para Rasul pun dikumpulkan kembali oleh Yesus dalam kawanan yang benar, dan sekaligus oleh Yesus dibaharui kembali tugas perutusan mereka untuk menjadi penjala manusia secara bersama-sama.

Nah, meskipun ikannya mereka jala amat banyak jumlahnya, hingga membutuhkan bantuan untuk menariknya ke darat, ajaibnya, jala itu tidak koyak! 

Tidak hanya itu, mukjizat yang juga penting adalah murid yang dikasihi Tuhan, yakni Yohanes, mampu mengenali keberadaan Tuhan Yesus dan membuat Petrus juga kemudian kembali sadar akan kehadiran Tuhan dan kembali "mengenakan pakaiannya, sebab ia tidak berpakaian, lalu terjun ke dalam danau." (lih. Yoh 21:7). Petrus yang sempat "melepaskan pakaiannya sebagai Rasul" dan ingin kembali ke dunia lamanya, akhirnya "mengenakan kembali pakaiannya sebagai Rasul" dan kemudian "terjun ke danau", masuk dalam karya perutusan itu lagi.

Mukjizat lainnya adalah di darat ternyata telah tersedia api arang dan di atasnya telah terdapat ikan dan roti (lih Yoh 21:9). Di sinilah kemudian para Rasul kemudian sarapan bersama Yesus dan Yesus maju ke depan lalu mengambil roti dan ikan itu lalu memberikannya kepada mereka (lih. Yoh 21:12-13).

Maka, inspirasi pentingnya adalah jika berada dalam situasi titik nadir sekalipun, serba galau, putus asa, takut, dan lain sebagainya, tetaplah lakukan karya perutusan kita dan selalu usahakan, meskipun berat, untuk melibatkan Tuhan dan mendengarkan apa kehendak Tuhan untuk kita perbuat dalam melakukan karya perutusan kita yang dirasa berat itu.



Yang kedua, bagaimana merasakan penyertaan Allah pada kita senantiasa? 

Jawaban yang kedua adalah lagi-lagi Yesus mengajak kita kembali kepada "sumber dan puncak hidup Kristiani", yakni Ekaristi. Hal ini dapat kita lihat pada ayat 13, “Yesus maju ke depan, mengambil roti dan memberikannya kepada mereka…” (lih. Yoh 21:13).

Sebagaimana kita tahu, di dalam Ekaristi terdapat Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi. Liturgi Sabda adalah momen ketika kita mendengarkan Sabda Allah, dan Liturgi Ekaristi adalah momen ketika kita melakukan, menyaksikan, dan merayakan kenangan akan pemecahan roti yang merupakan amanat agung Kristus pada saat perjamuan terakhir bersama para RasulNya, “… perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku” (lih. Luk 22:19). Di dalam peristiwa di pantai Danau Tiberias, kita juga melihat bagaimana Yesus bersabda kepada para RasulNya, dan juga mengambil roti dan memberikannya kepada mereka.

Pesan Ekaristis dalam perikop ini juga dapat kita lihat dari hadirnya "ikan" dalam perikop ini. Seperti kita ketahui, ikan sering digunakan sebagai lambang dari Ekaristi. Dalam bahasa Yunani ikan disebut ἰχθύς (Bahasa Yunani: "ichtus") yang kerap dikaitkan dengan ungkapan “Ἰησοῦς Χριστός Θεοῦ Yἱός Σωτήρ” (Bahasa Yunani: "Iesous Christos Theou Hyios Soter", yang artinya adalah "Yesus Kristus Putra Allah Penyelamat").



Akhirnya, setelah penyertaan Allah pada karya perutusan kita disegarkan, diperkuat, dan diperbaharui kembali oleh Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi, kita pun mengalami bagaimana penyertaan Allah pada kita senantiasa disegarkan, diperkuat, dan diperbaharui kembali, yakni ketika pada penghujung Perayaan Ekaristi kita kembali diutus untuk mewartakan Injil sampai ke ujung dunia, layaknya seruan yang digemakan pada akhir Perayaan Ekaristi, “Pergilah, kita diutus!”


(2) Allah Senantiasa Menyediakan Bagi Kita



Dalam situasi serba putus asa, galau, gagal paham, gagal move on, takut, dan serba suram yang dialami para Rasul dalam perikop ini, kita bisa melihat bagaimana: 

a. Allah menyediakan 153 ekor ikan yang kemudian berhasil ditangkap oleh para Rasul, padahal semalaman mereka berusaha menangkap ikan tetapi tidak beroleh apa-apa.

b. Allah menyediakan arah untuk menebarkan jala yang benar, yakni ke kanan perahu.

c. Allah menyediakan jala yang tidak koyak meskipun hasil tangkapan tidak dapat mereka tarik kembali. 

d. Allah menyediakan para murid lainnya yang siap membantu menghela jala yang penuh ikan, padahal sebelumnya mereka telah pergi kembali ke dunia lama mereka.

e. Allah menyediakan api dan arang yang di atasnya terdapat ikan dan roti yang kemudian menjadi sarapan para Rasul bersama Yesus.


Sungguh, dapat kita lihat, bahwa selain Allah senantiasa menyertai kita dalam menjalani tugas dan tanggung jawab perutusan kita untuk terlibat dalam Karya Keselamatan Allah, Allah juga senantiasa menyediakan bagi kita hal-hal yang kita perlukan (bukan yang kita inginkan) dalam menjalani tugas dan tanggung jawab perutusan kita untuk terlibat dalam Karya Keselamatan Allah.

Bahkan selanjutnya, dapat kita lihat, bahwa dalam kemanusiaan-Nya Dia melakukan hal yang manusiawi dalam memasak sarapan. Dalam keilahian-Nya Dia meramalkan akan menjadi apa para Rasul itu nantinya. Dengan kesimetrian yang rumit, Dia menyiapkan api arang di pantai dan bertanya kepada Petrus sebanyak 3 (tiga) kali apakah dia mencintai-Nya. Petrus mendapat pesan itu, dan dia menangis karena dia telah menyangkal mengenal Kristus sebanyak 3 (tiga) kali pula ketika duduk di dekat api arang. Momen di tepi pantai Danau Tiberias ini menjadi momen yang tak terlupakan bagi para Rasul, secara khusus Rasul St. Yohanes yang mengingat jumlah 153 ekor ikan, dan juga Rasul St. Petrus.


Maka, terinspirasi dari perikop Injil hari ini, Sobat Peziarah sekalian, 

Jangan takut! 

Mari jalani peziarahan kita menuju kepada Allah! 

Mari jalani tugas dan tanggung jawab perutusan kita untuk terlibat dalam Karya Keselamatan Allah karena Ia selalu menyertai kita dan Ia selalu menyediakan bagi kita! 


Marilah pergi! Kita diutus! 


(wlt)



Comments

Popular posts from this blog

Ternyata Ini Lho 7 Hal di Balik Hari Komunikasi Sedunia oleh Gereja!

Mengenal Pesta Stigmata St. Fransiskus Asisi yang Dirayakan Hari Ini